Sabtu, 26 November 2011

Status kewarganegaraan anak hasil dari perkawinan campuran yang lahir di Indonesia ( menurut UU No 12 Tahun 2006)

   Pemberlakuan Undang-Undang No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, dipandang sebagai kemajuan positif sebab mengakomodasikan tuntutan jaman, terkait dengan mobilitas dan aktivitas “antar manusia antar negara”. Undang-undang tersebut merupakan solusi yang dianggap terbaik untuk memecahkan permasalahan yang rentan dan sensitif yaitu kewarganegaraan seseorang terkait dengan status dan kedudukan hukum anak hasil perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA).
     Di dalam UU tersebut, menerapkan azas-azas kewarganegaraan universal, yaitu asas Ius Sanguinis,  Ius Soli dan Campuran. Artinya, Si anak dapat memilih kewarganegaraan sendiri sesuai dengan apa yang terbaik bagi dirinya. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status dan kedudukan anak hasil perkawinan campuran ditinjau dari UndangUndang No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, serta menganalisis perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan campuran yang tidak tercatat.
     Berdasarkan hasil penelitian memberikan pokok-pokok kesimpulan yaitu: Pertama, Undang-Undang No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI memberikan jaminan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran. Berdasarkan ketentuan tersebut menyatakan bahwa anak dari hasil perkawinan campuran mendapat hak untuk menentukan atau memilih kewarganegaraan. Hak tersebut diberikan jika telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah berusia 18 tahun.
      Kedua, ketentuan yang mengatur untuk memilih kewarganegaraan kepada anak hasil perkawinan campuran diberikan hanya pada anak yang tercatat atau didaftarkan di Kantor Imigrasi. Sedangkan yang tidak terdaftar tidak mendapatkan hak-hak seperti yang dinyatakan dalan UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Saran yang dapat diberikan yaitu: Pertama, anak hasil perkawinan campuran hendaknya memanfaatkan ketentuan tersebut untuk melegalisasikan kewarganegaraan sesudah 18 tahun. Kedua, pasangan perkawinan campuran memahami dengan baik ketentuan hukum kewarganegaraan sehingga paham hak-hak dan kewajiban sebagai konsekuensi atas perkawinan yang dilakukan. Ketiga, aparat yang menangani status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran agar melaksanakan ketentuan UU kewarganegaraan secara adil dan tidak diskriminatif. Saran diberikan kepada anak yang tidak tercatat atau belum mengurus kewarganegaraan agar segera mendaftar sebelum tahun 2010.

 Dalam Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2006, dijelaskan bahwa:
“Warga Negara Indonesia” adalah :
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perUndangUndangan dan atau berdasarkan perjanjian Pemerintah RI dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia.
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia.
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Wargu Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Asing.
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan ibu Warga Negara
Indonesia.
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia.
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia.
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Asing yang diakui oleh
seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun saat belum kawin.
i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak
diketahui.
k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan
kepada anak yang bersangkutan.
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraan dari ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Sedangkan dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2006 dijelaskan
mengenai orang asing, yaitu:
"Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia
diperlakukan sebagai orang asing”

Kesimpulan: Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran.


UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan status anak. Penulis juga menganalogikan sejumlah potensi masalah yang bisa timbul dari kewarganegaraan ganda pada anak. Seiring berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU Kewarganegaraan yang baru ini penerapannya semoga dapat terus dikritisi oleh para ahli hukum perdata internasional, terutama untuk mengantisipasi potensi masalah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar