Definisi Jurnalistik
Secara harfiah (etimologis, asal usul kata), jurnalistik (journalistic)
artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal”
(journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa
Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam
bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.
1. Jurnalistik : yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
2. Jurnalistik: “kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya”. (Kamus Umum Bahasa Indonesia).
3. Jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. (Ensiklopedi Indonesia).
4. Jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan utuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi. (Leksikon Komunikasi).
5. Journalism: the profession of gathering, writing, editing, publishing news, as for the newspaper and other print and broadcast media. Journal: a daily & diary record, hence sometimes used as a synonym for a newspaper, a printed record of proceeding. (Webster’s New World: Dictionary of Media and Communication).
6. Journalism is the craft of conveying news, descriptive material and comment via a widening spectrum of media. These include newspapers, magazines, radio and television, the internet and even, more recently, the cellphone. (Wikipedia).
7. Journalist is the occupation if editing and writing newspaper and magazines. (Webster Tower Dictionary)
8. Jurnalistik adalah proses kegiatan mengolah, menulis, dan menyebarluaskan berita dan atau opini melalui media massa. (Asep Syamsul M. Romli. 2003. Jurnalistik Dakwah. Bandung: Rosda).
9. Journalism ambraces all the forms in which and trough which the news and moment on the news reach the public. (F. Fraser Bond).
10. Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya. (M. Djen Amar).
11. Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis, jurnalistik merupakan seni. (M. Ridwan).
12. Jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. (Onong U. Effendi).
13. Jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. (Adinegoro).
14. Jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan (Summanang).
15. Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran. (Roland E. Wolseley).
16. Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari. (Astrid S. Susanto).
17. Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan. (Erik Hodgins).
18. Jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwaatau kejadian sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya. (A.W. Widjaya).
19. Definisi tentang jurnalistik cukup banyak. Namun dari definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan secara umum. Semua definisi juranlistik memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). (A. Muis).
1. Jurnalistik : yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
2. Jurnalistik: “kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya”. (Kamus Umum Bahasa Indonesia).
3. Jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. (Ensiklopedi Indonesia).
4. Jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan utuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi. (Leksikon Komunikasi).
5. Journalism: the profession of gathering, writing, editing, publishing news, as for the newspaper and other print and broadcast media. Journal: a daily & diary record, hence sometimes used as a synonym for a newspaper, a printed record of proceeding. (Webster’s New World: Dictionary of Media and Communication).
6. Journalism is the craft of conveying news, descriptive material and comment via a widening spectrum of media. These include newspapers, magazines, radio and television, the internet and even, more recently, the cellphone. (Wikipedia).
7. Journalist is the occupation if editing and writing newspaper and magazines. (Webster Tower Dictionary)
8. Jurnalistik adalah proses kegiatan mengolah, menulis, dan menyebarluaskan berita dan atau opini melalui media massa. (Asep Syamsul M. Romli. 2003. Jurnalistik Dakwah. Bandung: Rosda).
9. Journalism ambraces all the forms in which and trough which the news and moment on the news reach the public. (F. Fraser Bond).
10. Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya. (M. Djen Amar).
11. Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis, jurnalistik merupakan seni. (M. Ridwan).
12. Jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. (Onong U. Effendi).
13. Jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. (Adinegoro).
14. Jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan (Summanang).
15. Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran. (Roland E. Wolseley).
16. Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari. (Astrid S. Susanto).
17. Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan. (Erik Hodgins).
18. Jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwaatau kejadian sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya. (A.W. Widjaya).
19. Definisi tentang jurnalistik cukup banyak. Namun dari definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan secara umum. Semua definisi juranlistik memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). (A. Muis).
20. Dalam jurnalistik selalu harus ada unsur kesegaran waktu (timeliness atau aktualitas). Seorang jurnalis memiliki dua fungsi utama. Pertama, fungsi jurnalis adalah melaporkan berita. Kedua, membuat interpretasi dan memberikan pendapat yang didasarkan pada beritanya. (Edwin Emery).
21. Journalism covers all mankind’s activities, and challenging to the intellect. Journalism encompasses fields ranging from reporting with words and photographs to editing, and from newspaper to television. Journalists are the eyes, ears and curiosity of the public and must be so broad in their outlook that they can translate events in many fields. (Spencer Crump).
22. Jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta & melaporkan peristiwa (Mac Dougall)
23. Jurnalistik atau jurnalisme berasar dari kata Journal: catatan harian. Catatan mengenai kejadian sehari-hari atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari kata latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan Jurnalistik. (Hikmat & Purna,a Kusumaningrat).
24. Jurnalistik adalah kepandaian yang praktis, objek di samping objek-objek ilmu publisistik, yang mempelajari seluk beluk penyiaran berita dalam keseluruhannya dengan meninjau segala saluran, bukan saja pers tapi juga radio, TV, film, teater, rapat-rapat umum dan segala lapangan. (Adinegoro)
25. Jurnalistik merupakan penulisan tentang hal-hal yang penting dan tidak kita ketahui. (Leslie Stephen)
26. Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan benar, seksama dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir, yang selalu dapat dibuktikan. (Erik Hodgins)
27. Jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusuri dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya. (Kustadi Suhandang)
28. Jurnalistik atau jurnalisme merupakan pekerjaan kewartawanan untuk mengumpulkan, menulis, mengedit dan menerbitkan berita di dalam surat kabar. (Martin Moenthadi).
29. Pengertian jurnalistik menurut ilmu publisistik adalah hal-hal yang berkaitan dengan menyiarkan berita atau ulasan berita tentang peristiwa sehari-hari yang umum dan actual dengan secepat-cepatnya. (Amilia Indriyati).
Referensi:
1. Assegaff. 1982. Jurnalistik Masa Kini: Pengantar Ke Praktek Kewartawanan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
2. Muis, A. 1999. Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Dharu Annutama.
3. Romli, Asep Syamsul M. 2005. Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan dan Kepenulisan. Bandung: Batic Press.
4. Santana K., Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Obor.
5. Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung: Penerbit Nuansa.
6. Sumadiria, AS Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.*
I. Pendahuluan
Pada
dasarnya kegiatan jurnalistik sudah sangat akrab di masyarakat, karena
tidak hanya kegiatan yang melibatkan publikasi seperti televisi, surat
kabar, ataupun internet saja yang digolongkan ke dalam jurnalistik,
namun seringkali tanpa sadar pun kita sering menyiarkan berita ataupun
kejadian menarik kepada orang – orang di sekitar kita yang ternyata juga
merupakan kegiatan jurnalistik.
Jurnalisme dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah". Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya disunting sebelum diterbitkan.
Jurnalis seringkali berinteraksi dengan sumber yang kadangkala melibatkan konfidensialitas. Banyak pemerintahan Barat menjamin kebebasan dalam pers.
Aktivitas
utama dalam jurnalisme adalah pelaporan kejadian dengan menyatakan
siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris
dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari
kejadian atau trend. Jurnalisme meliputi beberapa media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang baru
Seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia jurnalistik pun
berkembang sangat pesat dengan melewati tahapan-tahapan kronologis
sehingga menjadi jurnalistik yang kita kenal sekarang. Di dalam tulisan
sederhana ini akan dijelaskan secara singkat tentang sejarah jurnalistik
dan beberapa hal yang bekaitan dengannya.
II. Istilah jurnalistik
Istilah
atau pengertian jurnalistik sangat banyak dan beragam. Secara
etimologis, istilah jurnalistik pertama kali muncul dari kata ‘Acta Diurna’, berasal dari 2 kata dalam bahasa Romawi. Kata diurna sendiri berarti harian atau setiap hari, dan acta yang berarti catatan. Kata Acta Diurna merujuk kepada papan
pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang),
yang pada waktu itu banyak digunakan sebagai semacam notulen rapat para
anggota senat di jaman Romawi yang diumumkan kepada khalayak.
Dari
kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni
kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.”
Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris
“Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari
kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).
Dengan demikian, secara etimologis, jurnalistik dapat diartikan sebagai suatu karya seni dalam hal membuat catatan tentang peristiwa sehari-hari.
Karya seni dimaksud memiliki nilai keindahan yang dapat menarik
perhatian khalayaknya (pembaca, pendengar, pemirsa), sehingga dapat
dinikmati dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya.
Secara
harfiah, jurnalistik artinya kewartawanan atau hal-ikhwal pemberitaan.
Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan,
mengedit, dan menulis di surat kabar, majalah, dan media massa lainnya.
Sedangkan Ensiklopedi Indonesia secara rinci menerangkan bahwa
jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi
tengang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari secara berkala, dengan
menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.
III. Sejarah Jurnalistik
A. Julius Caesar dan Acta Diurna
Sejarah Jurnalistik dimulai jaman Romawi Kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-44 SM). Pada saat itu, terdapat acta diurna yang
memuat semua hasil sidang, peraturan baru, keputusan-keputusan senat
dan berbagai informasi penting yang ditempel di sebuah pusat kota. “Acta
Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan
informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers,
media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun
disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Namun
sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang
muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah
Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni
papan tulis yang digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis
itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan
memerlukannya.
Saat
berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan
para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian
pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting,
serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan
pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut
“Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Berbeda
dengan media berta saat ini yang 'mendatangi' pembacanya, pada waktu
itu pembaca yang datang kepada media berita tersebut. Sebagian khalayak
yang merupakan tuan tanah/hartawan yang ingin mengetahui informasi
menyuruh budak-budaknya yang bisa membaca dan menulis untuk mencatat
segala sesuatu yang terdapat pada Acta Diurna. Dengan perantaraan para pencatat yang disebut Diurnarii para tuan tanah dan hartawan tadi mendapatkan berita-berita tentang Senat.
Perkembangan selanjutnya pada Diurnarii tidak
terbatas kepada para budak saja, tetapi juga orang bebas yang ingin
menjual catatan harian kepada siapa saja yang memerlukannya. Beritanya
pun bukan saja kegiatan senat, tetapi juga hal-hal yang menyangkut
kepentingan umum dan menarik khalayak. Akibatnya terjadilah persaingan
di antara Diurnarii untuk mencari berita dengan menelusuri kota Roma, bahkan sampai keluar kota itu.
Persaingan itu kemudian menimbulkan korban pertama dalam sejarah jurnalistik. Seorang Diurnarii bernama Julius Rusticus
dihukum gantung atas tuduhan menyiarkan berita yang belum boleh
disiarkan (masih rahasia). Pada kasus itu terlihat bahwa kegiatan
jurnalistik di zaman Romawi Kuno hanya mengelola hal-hal yang sifatnya
informasi saja.
Tetapi
kegiatan jurnalistik tidak terus berkembang sejak zaman Romawi itu,
karena setelah Kerajaan Romawi runtuh, kegiatan jurnalistik sempat
mengalami kevakuman, terutama ketka Eropa masih dalam masa kegelapan (dark ages). Pada masa itu jurnalistik menghilang.
B. Jurnalistik Nabi Nuh dan Kaumnya
Dalam
sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal
jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat
banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta
sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.
Untuk
mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung
dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya
makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun
yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan
dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah
mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.
Atas
dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan
penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun
disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.
IV. Sejarah Jurnalistik Dunia
Surat kabar pertama kali terbit di Cina tahun 911, yaitu Kin Pau. Surat Kabar ini milik pemerintah ketika zaman Kaisar Quang Soo. Tidak berbeda dengan di Jaman Caesar, Kin Pau berisi keputusan rapat, hasil musyawarah dan berbagai informasi dari Istana.
Di Eropa tidak jelas siapa pelopor pertamanya. Namun, padi 1605, Abraham Verhoehn di Antwerpen Belgia mendapat izin mencetak Nieuwe Tihdininghen. Akhirnya, pada 1617, selebaran ini dapat terbit 8 hingga 9 hari sekali.
Beranjak ke Jerman, di tahun 1609, terbitlah surat kabar pertama bernama Avisa Relation Order Zeitung. Pada 1618, muncul surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante uytItalien en Duytschland.
Surat kabar ini diterbitkan oleh Caspar VanHilten di Amsterdam.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan di Perancis tahun 1631, di Itali
tahun 1636 dan Curant of General newsterbit, surat kabar pertama di Inggris yang terbit tahun 1662.
Freedom of Speech |
V. Sejarah Jurnalistik Indonesia
A. Sejarah Jurnalistik di Indonesia
Sejarah
Jurnalistik Indonesia tidak lepas dari sejarah jurnalistik di dunia.
Perkembangan jurnalistik di Indonesia juga tidak luput dari pengaruh
jurnalistik di negara lainnya.
Perkembangan
jurnalistik di Indonesia selalu berkaitan erat dengan pemerintahan dan
gejolak politik yang terjadi. Jurnalistik di Indonesia mulai masuk pada
masa pergerakan. Berdasarkan sejarah, jurnalistik Indonesia dibagi menjadi 3 golongan.
1. Pers Kolonial
Pers
Kolonial merupakan pers yang dibangun oleh orang-orang Belanda di
Indonesia. Pada Abad ke-18, muncul surat kabar berama Bataviasche
Nouvellesd. Sejak saat itu bermunculan surat kabar dengan bahasa Belanda yang isinya bertujuan untuk membela kaum kolonialis.
2. Pers Cina
Muncullah surat kabar yang dibuat oleh orang-orang Cina. Media ini dibuat sebagai media pemersatu keturunan Tionghoa di Indonesia.
3. Pers Nasional
Pers Nasional muncul pada abad ke-20 di Bandung dengan nama Medan Priayi. Media yang dibuat oleh Tirto Hadisuryo atau Raden Djikomono, diperuntukan sebagai alat perjuangan pergerakan kemerdekaan. Tirto Hadisuryo akhirnya dianggap sebagai pelopor peletak dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia.
B. Perkembangan Jurnalistik di Indonesia
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan (penghentian masa siar) media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Kegiatan jurnalisme diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI.
VI. Penutupan
Pada
zaman dahulu, kegiatan jurnalistik tentu saja masih sangat sederhana
dan medianya belum berupa koran, tabloid, majalah, radio, televisi,
apalagi internet.
Seiring perubahan dan perkembangan zaman, kegiatan jurnalistik pun mengalami proses yang sangat dinamis. Dengan munculnya media internet, kegiatan dan cabang jurnalistik pun turut berubah.
Media massa cetak yang mapan pun harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan tersubut, yang ditandai dengan munculnya versi online mereka. Misalnya harian Kompas (Jakarta), harian Media Indonesia (Jakarta), harian Jawa Pos (Surabaya), harian Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), harian Pikiran Rakyat (Bandung), harian Suara Merdeka (Semarang), tabloid olahraga Bola (Jakarta), dan harian Fajar (Makassar). Mereka kini juga muncul dengan versi online yang berita-beritanya dapat diakses secara gratis lewat internet.
Media cetak yang tidak punya versi online akhirnya tertinggal dan lama-kelamaan bisa mati digilas oleh perubahan itu. Sebutlah misalnya harian Pedoman Rakyat di Makassar yang terbit sejak 1 Maret 1947, akhirnya mati dan tidak terbit lagi sejak 3 Oktober 2007.
Seiring perubahan dan perkembangan zaman, kegiatan jurnalistik pun mengalami proses yang sangat dinamis. Dengan munculnya media internet, kegiatan dan cabang jurnalistik pun turut berubah.
Media massa cetak yang mapan pun harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan tersubut, yang ditandai dengan munculnya versi online mereka. Misalnya harian Kompas (Jakarta), harian Media Indonesia (Jakarta), harian Jawa Pos (Surabaya), harian Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), harian Pikiran Rakyat (Bandung), harian Suara Merdeka (Semarang), tabloid olahraga Bola (Jakarta), dan harian Fajar (Makassar). Mereka kini juga muncul dengan versi online yang berita-beritanya dapat diakses secara gratis lewat internet.
Media cetak yang tidak punya versi online akhirnya tertinggal dan lama-kelamaan bisa mati digilas oleh perubahan itu. Sebutlah misalnya harian Pedoman Rakyat di Makassar yang terbit sejak 1 Maret 1947, akhirnya mati dan tidak terbit lagi sejak 3 Oktober 2007.
Entah
bagaimana kegiatan jurnalistik dan bentuk media massa ke depan. Yang
pasti, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memaksa manusia
melakukan atau mengikuti perubahan. Jika kita tidak berubah, sudah
tentu, kita pasti akan terkikis oleh perubahan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar