Minggu, 25 November 2012

Opini (Tugas Jurnalistik 5)



          Di zaman sekarang, merokok sudah menjadi kebiasaan yang lumrah dan telah menjadi sebuah gaya hidup. Saat ini, merokok tidak lagi memandang kategori umur dan gender. Banyak perempuan yang terkategori berusia remaja, namun sudah menjadikan rokok sebagai gaya hidup. Remaja dan anak-anak dapat mendapatkan rokok dengan mudah, dan kalau mereka tidak merokok, mereka akan dijauhi oleh teman-temannya dan dibilang "tidak gaul lo", "anak mami". Inilah kenyataan yang terjadi saat ini.

       Inilah yang menjadi dilema saat ini bagi para remaja, dan ini sudah terjadi semenjak mereka masih di bangku Sekolah Dasar. Di satu sisi, mereka takut dikucilkan oleh teman-temannya, tapi di sisi lain mereka tidak ingin terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik. Harus diketahui oleh para remaja, anak-anak dan orang tua, bahwa merokok adalah sebagai jalan pembuka untuk terjerumus ke dalam minuman keras dan narkoba. Peran orang tua sangat penting disini.

       Kita tidak dapat juga menyalahkan orang tua sepenuhnya, karena iklan produk rokok sangat besar-besaran sekali di negara kita ini. Baik di media cetak, elektronik, maupun di jalan-jalan. Sebenarnya, merokok bukanlah sebuah gaya hidup yang baik, itu pasti!, karena jelas sekali tertulis pada kotak/bungkus rokok tersebut bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit yang sangat berbahaya. Seperti kanker, serangan jantung, gangguan janin sampai impotensi. Tidak kah kita takut akan bahaya yang disebabkan oleh rokok? jawabnya, kembali kepada diri kita masing-masing.

       Merokok tidak hanya membahayakan untuk diri kita, tetapi juga membahayakan bagi lingkungan hidup kita, bumi kita. Hampir semua para perokok aktif tidak mentaati peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah kita, mereka merokok di tempat-tempat umum. Inilah yang menjadi dampak kesehatan bagi para perokok pasif.

      Hampir semua para perokok aktif berkata bahwa "ini adalah hak azazi saya, ini gaya hidup saya". Mereka merokok dimana saja mereka suka di tempat-tempat umum. Ya, itu benar! itu adalah hak azazi mereka, tetapi merokok di tempat-tempat umum bukan hak azazi mereka. Mendapatkan udara yang bersih adalah hak azazi setiap orang. Pemerintah kita telah membuat peraturan-peraturan bagi para perokok aktif, dan telah menyediakan tempat-tempat untuk merokok bagi mereka, tetapi mereka tidak mentaati peraturan-peraturan tersebut.

        Peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah kita tidak tegas, para perokok yang melanggar peraturan tersebut tidak diberikan sebuah sangsi secara tegas. Ini adalah realitas kehidupan kita yang terjadi saat ini. Para perokok meliputi seluruh generasi, dari mulai pelajar SD sampai SMA, mahasiswa, pekerja, karyawan. Sebagai contoh, para mahasiswa merokok di sepanjang koridor kelas, lalu membuang sisa rokok yg masih sedikit dan menyala sesuka mereka. Ini adalah sikap yang sangat tidak terpuji bagi kita sebagai mahasiswa(kaum intelektual). Bukan hanya tidak terpuji, tetapi berbahaya! karena api sekecil apapun dapat menyebabkan kebakaran besar.

         Masalah ini sudah sangat kritis saat ini, dalam hal ini industri-industri rokok tidak bersalah, karena mereka mendapatkan izin untuk memproduksi dan memasarkan produknya dari pemerintah kita. Pemerintah kita melakukan itu karena pemasukan pajak terbesar dari bangsa Indonesia ini berasal dari industri rokok. Jadi. menurut saya solusinya ialah pemerintah kita yang harus sadar diri dan lebih bijak dalam hal ini, karena generasi muda penerus bangsa ini dan kesehatan masyarakat Indonesia adalah harta kekayaan yang tak ternilai harganya, jika dibandingkan dengan income negara yang besar dari pajak industri rokok.

Nama                           : Aulia Rahman
NPM                           : 1A611196
Mata kuliah                  : Jurnalistik 1
Dosen                          : Nuriyati Samatan




Minggu, 11 November 2012

Feature (Tugas Jurnalistik 4)

“Nelayan kita mana mampu mengambil ikan di laut dalam tanpa peralatan yang memadai?” kata seorang ahli ekologi manusia dalam sebuah berita. Berita seperti ini rasanya sulit sy terima sebagai kenyataan pahit yang melanda tanah air tercinta. Bagaimana tidak, sampai sekarang peralatan bernelayan dan kualitas tangkapan mereka masih jauh dari cukup sebagai seorang nelayan. Mereka itulah nelayan-nelayan tradisional.

 Pada hakikatnya, Indonesia adalah negara kepulauan. Secara teori, budaya maritim melekat kuat dalam tiap sendi kehidupan. Faktanya, orientasi hidup manusia Indonesia jauh dari kemaritiman. Cita-cita menjadi pelaut atau minimal bekerja di laut tidak pernah terdengar lagi. Rupanya orang Indonesia engga cocok kerja di air. Dalam bekerja, orientasinya bukan lagi membangun dan mencipta. Title & Employee-oriented mungkin, iya.
Semacam merasa malu dengan fakta sejarah yang ada. Melihat dulu Sriwijaya adalah kerajaan yang perkasa dan memiliki armada laut yang sangat kuat di wilayah perairannya…Melihat Majapahit yang bisa menaklukkan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara…Melihat Suku Bugis dengan Kapal Pinisi-nya…serta Suku Bajo yang hidup di atas rumah perahu-nya…membuat Indonesia kini seperti negara tanpa sejarah—jika tak ingin disebut sebagai negara yang melupakan sejarahnya.
Adalah kenyataan bahwa belanda menjajah kita. Dan kenyataan pula jika mereka—secara langsung maupun tidak—mengubah kehidupan budaya dan sosial kita. Segala aturan yang mereka bawa dan perilaku yang dihadapkan kepada pribumi membentuk satu budaya baru di negeri Hindia pada saat itu.
Banyak sekali unsur yang menyebabkan orientasi kemaritiman kita hilang dari ingatan. Program tanam paksa—mereka dipaksa menanam tanaman yang bukan maunya—dengan sukses menghapus ingatan tentang negeri bahari itu. dan banyak peraturan yang tak memihak rakyat Hindia Belanda… Dengan Batavia sebagai pusat pemerintahan saat itu (yang otomatis membuat sentralisasi di dalam diri Hindia Belanda, alih2 otonomi tiap wilayah) menjadikan Nusantara kehilangan arah dan bersikap inferior terhadap bangsa dan budaya yang datang dari luar. Indonesia limbung mencari jati dirinya.
Inilah, kita berada dalam satu kondisi di mana identitas negara kita sedang dipertanyakan. Negara kita adalah Nusantara. Nusantara yang secara morfologi terdiri dari morfem nusa (pulau) dan antara (lain/seberang) adalah negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Miangas. Identitas diri ini terlupa.
Padahal kita memiliki Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara, menurut Prof. Dr. Wan Usman, adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam. Indonesia lupa. Pemerintah lupa. Rakyatnya pun (dibuat) lupa. Akankah negeri ini kembali mengingat dirinya sendiri yang gagah berani, yang bangga atas identitasnya, alih-alih memamerkan ke-luarnegeri-an yang gandung pada akhir-akhir ini?