Kamis, 25 Oktober 2012

Berita ( Tugas Jurnalistik 1)

Sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Banjarmasin berhasil merakit truk mini murah seharga Rp120 juta dan sekarang siap merangkul investor untuk mengembangkannya.

Wali Kota Banjarmasin, Haji Muhidin kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa menyatakan bangga hasil karya murid sekolah yakni SMK 5 berhasil merakit truk mini.

Sebagai rasa bangga itu Wali Kota membeli truk mini hasil karya siswa-siswa SMKN 5 kni, serta membeli tiga sepeda kreasi beroda tiga yang juga kreasi siswa di sekolah tersebut.

Harga mobil mini truk yang diberi nama Esemka 5 itu dibeli Muhidin seharga Rp120 juta, sedangkan sepeda kreasi yang masih belum dinamai itu dibelinya Rp7 juta/unit.

Menurut Muhidin, dirinya tertarik ingin membeli mobil karya siswa SMKN 5 ini tidak hanya karena harganya murah, tapi karena senang atas kereatifitas siswa SMKN 5 Banjarmasin yang menurutnya sudah sangat luar biasa dan membanggakan daerah.

"Saya membelinya dengan uang pribadi, karena ingin saya gunakan untuk keperluan pribadi juga," ucapnya kepada wartawan.

Dikatakannya, mini truk yang dia beli ini nantinya bisa digunakannya mengangkut keperluan usahanya, sebab dia berencana ingin membuka lahan sawit.

"Kalau nantinya mobilnya cukup bagus, tidak menuntut kemungkinan saya pesan lebih banyak lagi nantinya," kata Muhidin.

Diungkapkan Muhidin, Pemkot kemungkinan besar bisa membeli mobil hasil karya siswa berlian ini.  Pemkot menurut dia boleh membeli  tanpa tender sebagai dukungan mengembangkan hasil kreatifitas para siswa.

"Kreatifitas siswa-siswa SMKN 5 ini tidak jauh beda membanggakannya sebagaimana yang sudah terlebih dahulu ditorehkan para siswa SMK Solo, demikian Muhidin.

Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers

Kode Etik Jurnalistik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa.

Penafsiran Pasal Demi Pasal

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 18 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
6. Federasi Serikat Pewarta-Masfendi
7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa'a Hia
8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat. 30. Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI)-Darwin Hulalata,SH. (Disunting oleh Asnawin)




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
  1. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
  2. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  3. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
  4. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
  5. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
  1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
  2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
  3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
  4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
  5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
  6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
  7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
  8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
  9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
  10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
  11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
  12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
  13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
  14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
  1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
  2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. 
Pasal 4
  1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
  1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
  2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
  3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
  3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
  4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
  5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
  1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
  2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
  1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
  2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :
  1. a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
  2. b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
  1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
  2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
    1. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
    2. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
    3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
    4. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
    5. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
    6. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
    7. mendata perusahaan pers;
  3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
    1. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
    2. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
    3. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
  4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
  5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
  7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
    1. organisasi pers;
    2. perusahaan pers;
    3. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
  1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
  2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
    1. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
    2. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
  1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
  3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
  1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
  2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
  1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
  2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd
     MULADI

Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Edy Sudibyo





Rabu, 24 Oktober 2012

Tugas Penulisan Bahasa Iklan


1. Stacking

 Minyak Sanco: produk ini dapat digunakan untuk
· memasak dan juga sudah dibuktikan dengan cara diminum. (This product can be used for cooking and also have been shown by way of drinking)

· Sensodyne: produk ini sudah dibuktikan oleh pakar gigi bahwa Sensodyne terbukti dapat menghilangkan nyeri di gigi. (This product has been proven by experts Sensodyne tooth that is proven to relieve pain in the tooth.)

2. Repetition

 Sasa (Master Chef 2012): semua
· bahan yang digunakan dalam acara Master Chef adalah produk Sasa.(all the materials used in the show Master Chef is the product of Sasa.)

· ZEE (Indonesia Mencari Bakat 2): acara Indonesia Mencari Bakat ini dipersembahkan dan didukung oleh produk susu ZEE (Indonesia Seeks Talent event is presented and supported by dairy products ZEE)


3. Slogan

· Philips: produk ini menyalurkan ide kepada masyarakat untuk menghemat listrik (This product channeling ideas to the public to conserve electricity)

 Gas Elpiji: iklan ini menyarankan masyarakat untuk
· memakai produk ini secara benar dan baik karena lebih hemat, aman dan bersih. (Ads advise people to use this product correctly and well as more efficient, safer and cleaner.)

4. Logo

 Gramedia:
· produk ini berciri khas dengan gambar 3 seperempat lingkaran berwarna biru dan 1 segitiga berwarna merah (This product distinctively quarter circle with a picture of three blue and one red triangle)

 Pizza Hut: produk ini berciri khas dengan gambar topi berwarna merah (special featured product with red hat photo)
·

5. Snob Appeal

· Adem Sari : (this product shows us the lifestyle of the talents in it, which represents the reality. We eat full of fat and greasy foods, so we need this product to heal our  illness caused by the food we eat.)

 Promag :
· Produk ini menganjurkan kepada para penderita penyakit maag untuk mengkonsumsinya sebelum & sesudah makan agar mengurangi rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan

6. Cause and Effect

 Mixagrip: produk ini dapat menghilangkan flu dan batuk (This product can eliminate the flu and cough)
·

· Vaseline: produk ini membuat kulit tampak lebih putih dalam waktu seminggu (This product makes the skin look brighter in a week)

7. Emotional  Appeal

 Gulaku :
· This product show us the benefit and the happiness if we use this product, it shows us that this sugar is better than others.

8. Price Appeal

· Three (3) : produk ini menawarkan tarif prabayar yang cukup terjangkau dan aktif selamanya (This product offers prepaid rates are quite affordable and active forever)

 IM3: produk ini menawarkan tarif
· internetan lebih murah dan lebih diminati masyarakat (This product offers surf rates cheaper and more interested in the community)

9. Testimonial

· Pantene: seorang artis memakai produk  ini dan mengajak masyarakat untuk ikut menggunakan produk yg sama (an artist uses this product and invite the community to participate using the same product)

· Bimoli: seorang artis mengkonsumsi produk ini, dan membenarkan khasiatnya(an artist consumes these products, and justify the usefulness)

10.  Sex Appeal

 French Fries 2000 : Produk
· ini menggunakan bintang wanitanya sebagai daya tarik kepada masyarakat (This product uses an artist to attraction the community)

Shimizu (pompa air): 
· produk ini menggunakan bintang wanita seksi sebagai daya tarik kepada masyarakat. (Pompa Air Shimizu : Sedotannya kuat, semburannya kenceng)

11. Bandwagon

 pantene
· Produk ini memaparkan kepada masyarakat khususnya kaum hawa, bahwa jika ingin rambut lebat, hitam, panjang. Pakailah produk ini

· Garnier : Produk ini membuktikan bahwa 90%  wanita menggunakan produk ini (This product proves that 90% of women use this product)

12. Technical Jargon

· Dancow : Produk ini menggunakan istilah biologi yg berarti bakteri baik (This product uses biological term which means the good bacteria)

· Olay : Produk ini menggunakan istilah kedokteran yg berarti penuaan dini (This product uses a medical term which means premature aging)

13. Confusion :

 ,
·Hit Guard ( Produk ini menjelaskan ttg seseorang yg bingung membersihkan kloset kotor dgn cara apa)

14. Transfer

 Rinso :
· Produk ini menunjukkan bahwa mencuci dengan risnso lebih hemat dan lebih bersih

 Detol :
·Produk ini menjelaskan cara hidup sehat dengan sabun detol ketika mandi & mencuci tangan

15. Name Calling

· Sunlight : Produk ini mengadakan kompetisi kepada masyarakat khususnya ibu rumah tangga untuk mencuci bersih piring menggunakan produk tersebut (This product arranges a competition to people especially housewives to wash dishes using these products)

 Bu Krim : produk ini
· membandingkan antara detergen bu krim dengan detergen yang lain dan telah dibuktikan  bahwa detergen bu krim dapat membuat pakaian tampak lebiih putih disbanding produk lain (This product compared with other detergent and it is demonstrated that the detergent bu krim could make the clothes look brighter compared to other products)

16. Plain Folks

 .
·Tori Cheese Cracker ( Produk ini tdk terlalu menjelaskan ttg konkritnya produk ini)

 

17. The Glitering Generality

 .
· Tori Cheese Cracker ( Produk ini tdk terlalu menjelaskan ttg konkritnya produk ini)
18. Avante Garde

 Ford Focus :
· Mobil ini menjelaskan ttg contoh kecangihan teknologi mobil di masa depan,)

 Printer  to Scan :
·Produk ini menunjukkan kepada masyarakat ttg kecanggihan printer di zaman sekarang, tidak hanya dapat mencetak, tetapi juga dapat men-scan & mem-photocopy

19. Fact and Figure

· Ponds : Produk ini menjelaskan kandungan-kandungan yg terdapat di dalamnya, untuk membuktikan khasiat dari penggunaannya (This product explains the contents of the self in it, to prove properties of use)

 Clean n Clear :
· Produk ini menjelaskan kandungan-kandungan yg terdapat di dalamnya, dan telah terbukti dapat mengatasi seluruh masalah kulit wajah

I . Magic Ingredient

 Milkita :· Produk ini menjelaskan kepada masyarakat ttg produk susu yg baik bagi kesehatan anak-anak pada masa pertumbuhan

 Pulpy Orange :· Produk ini menjelaskan ttg minuman yg mengandung bulir jeruk & buah-buahan lainnya yg berbeda dari minuman2 lainnya, sekaligus jg menyegarkan

II. Patriotism

· Indomie : Produk ini menampilkan daerah-daerah dan beberapa budaya Indonesia dalam iklannya (This product display areas and some cultures of Indonesia in its ads)

 Kuku Bima : Iklan ini juga menampilkan· kebudayaan Indonesia, serta menggunakan backsound salah satu lagu daerah di Indonesia (These ads also show the Indonesian culture, and use one of the songs backsound regions in Indonesia)


III. Briberry

· Happy Call : Produk ini menawarkan bagi pembeli yg membeli 2 produk  akan mendapatkan gratis 1 (This product is offered to buyers who purchase two products will get 1 free)

 Inul Vizta : Produk· menawarkan gratis 1 jam karaoke setiap 2 jam penggunaan (Products offer a free 1 hour karaoke every 2 hours of use)

IV. Wit and Humour

 Big Cola :· Produk ini menjelaskan akan minuman softdrink tetapi dibalut dengan joke dalam penyampaiannya, yg membuat penonton tertawa

 Sneakers :· Produk ini menjelaskan ttg makanan ringan yg unik, dan disampaikan kepada masyarakat dengan cara yg berbau humor

Senin, 08 Oktober 2012

Cultural Interaction

What is Interaction?


Interaction is a kind of action that occurs as two or more objects have an effect upon one another. The idea of a two-way effect is essential in the concept of interaction, as opposed to a one-way causal effect. A closely related term is interconnectivity, which deals with the interactions of interactions within systems: combinations of many simple interactions can lead to surprising emergent phenomena. Interaction has different tailored meanings in various sciences.
Casual examples of interaction outside of science include:
  • Communication of any sort, for example two or more people talking to each other, or communication among groups, organizations, nations or states: trade, migration, foreign relations, transportation,
  • The feedback during the operation of machines such as a computer or tool, for example the interaction between a driver and the position of his or her car on the road: by steering the driver influences this position, by observation this information returns to the driver.

What is Cultural?


Culture (Latin: cultura, lit. "cultivation") is a modern concept based on a term first used in classical antiquity by the Roman orator, Cicero: "cultura animi". The term "culture" appeared first in its current sense in Europe in the 18th and 19th centuries, to connote a process of cultivation or improvement, as in agriculture or horticulture. In the 19th century, the term developed to refer first to the betterment or refinement of the individual, especially through education, and then to the fulfillment of national aspirations or ideals. In the mid-19th century, some scientists used the term "culture" to refer to a universal human capacity. For the German nonpositivist sociologist Georg Simmel, culture referred to "the cultivation of individuals through the agency of external forms which have been objectified in the course of history".
In the 20th century, "culture" emerged as a central concept in anthropology, encompassing the range of human phenomena that cannot be attributed to genetic inheritance. Specifically, the term "culture" in American anthropology had two meanings: (1) the evolved human capacity to classify and represent experiences with symbols, and to act imaginatively and creatively; and (2) the distinct ways that people living in different parts of the world classified and represented their experiences, and acted creatively.
A distinction is current between the physical artifacts created by a society, its so-called material culture and everything else, the intangibles such as language, customs, etc. that are the main referent of the term "culture".

What is Cultural Interaction?


Late 19th- and early 20th-century Western art is characterized by bold rejections of naturalism and the depiction of local color. The Fauves and German Expressionists, prioritizing prismatic color within the pictorial vocabulary, asserted the autonomy of visual language. In doing this they were influenced both by modernity in Europe and by examples of non-Western art, particularly the arts of African and Oceania that were brought back to Western countries (Britain, France, Germany) as a result of the imperial policies of the great powers.
African sculpture and masks showed Western artists (Gauguin, Matisse, Derain, Vlaminck, Kirschner, Pechstein, Picasso) that naturalism provided only one formula for translating life into art. African art offered powerful evidence of a conceptual approach to image construction. The simplified, stylized forms of African sculpture fascinated European anthropologists and artists who, seeing their own culture as increasingly complex and “civilized,” responded to simplicity. Ignorant of African culture, their enthusiasm for what they deemed “primitive” was a romantic interpretation of sculptural objects that artists found alluring because they were exotic, or radically different to Western art forms.

Definition of culture according to the experts

Culture can be defined vary depending on your point of view each expert. Some terms below will define the culture of some experts and specialists.
a. According to Lehman, Himstree and Baty, culture is defined as a set of life experiences that exist in their own communities. Experience life course are numerous and varied, including how the behavior and beliefs or the beliefs of society itself

b. According to Hofstede, culture is the collective programming of mind which distinguishes the members of one category of people from other categories.

c. According Boove and Thill, culture is a system of symbols sharing the beliefs, attitudes, values​​, expectations and norms for behavior. In this case, all members of the culture have similar assumptions about how people think, behave and communicate as well as tend to do based on those assumptions.

d. According to Murphy and Hildebrant, culture is defined as a typical characteristic of the behavior within a group. Understanding also indicate that verbal and nonverbal communication in a group is also typical of the group and tend to be unique or different from the others.

e. According to Mitchell, the culture mrupakan set of core values​​, beliefs, standards, knowledge, morals, laws and attitudes conveyed somebody in acting, feeling and looked at himself and others.


Examples of cultural interaction 

When many different cultures live together in one society, misunderstandings, biases, and judgments are inevitable—but fair evaluations, relationships, and learning experiences are also possible. Cultures cannot remain entirely separate, no matter how different they are, and the resulting effects are varied and widespread.

Ethnocentrism

Ethnocentrism is the tendency to judge another culture by the standards of one’s own culture. Ethnocentrism usually entails the notion that one’s own culture is superior to everyone else’s.
Example: Americans tend to value technological advancement, industrialization, and the accumulation of wealth. An American, applying his or her own standards to a culture that does not value those things, may view that culture as “primitive” or “uncivilized.” Such labels are not just statements but judgments: they imply that it is better to be urbanized and industrialized than it is to carry on another kind of lifestyle.
     People in other cultures, such as some European cultures, also see American culture through the lens of their own ethnocentrism. To members of other cultures, Americans may seem materialistic, brash, or arrogant, with little intellectual subtlety or spirituality. Many Americans would disagree with that assessment.

Cultural Relativism

The opposite of ethnocentrism is cultural relativism—the examination of a cultural trait within the context of that culture. Cultural relativists try to understand unfamiliar values and norms without judging them and without applying the standards of their own culture.
Example: In India, the concepts of dating, love, and marriage differ from those in the United States. Though love is important, parents choose their children’s spouses according to similarities in educational levels, religions, castes, and family backgrounds. The families trust that love will develop over time but believe that a wedding can take place without it. From an American ethnocentric perspective, arranging marriages appears to be a custom that limits individual freedom. On the other hand, a cultural relativist would acknowledge that arranged marriages serve an important function in India and other cultures.

Culture Shock

The practices of other cultures can be and often are jarring, and even the most adept cultural relativist is not immune to culture shock. Culture shock is the surprise, disorientation, and fear people can experience when they encounter a new culture.
Example: Visitors to Western Europe from Islamic countries often experience culture shock when they see women wearing what they consider to be revealing clothing and unmarried couples kissing or holding hands in public, because these behaviors are forbidden or frowned upon in their own cultures.

Culture Lag

In 1922, the sociologist William Ogburn coined the term culture lag. Culture lag refers to the tendency for changes in material and nonmaterial culture to occur at different rates. Ogburn proposed that, in general, changes in nonmaterial culture tend to lag behind changes in material culture, including technological advances.
Technology progresses at a rapid rate, but our feelings and beliefs about it, part of our nonmaterial culture, lag behind our knowledge of how to enact technological change.
Example: Though the technology that allows people to meet online has existed for years, an understanding of what the proper conduct is in an online “dating” situation lags behind the knowledge of how to use the technology. No definite answers exist to many important questions: How long should people talk over the internet before meeting in person? What is the right interval of response time between emails? New technology has brought with it new questions and uncertainties.

Cultural Diffusion

Cultural diffusion is the process whereby an aspect of culture spreads throughout a culture or from one culture to another.
Example: In the United States in the early 1990s, only people who needed to be available in emergencies, such as doctors, carried cell phones. Today, every member of a family may have his or her own cell phone. In some developing nations, where standard telephone lines and other communications infrastructures are unreliable or nonexistent, cell phones have been welcomed enthusiastically, as they provide people with an effective communication tool.


Differences between cultures and civilizations

Do civilizations and different cultures? If we look, the word civilization in the Indonesian language connotes a sense of manners, courtesy, politeness and subtlety. While popular culture in the sense that all results be interpreted as creativity, taste and human intention, at least as understood at school. In this context, culture encompasses all aspects of human life. Malay world civilization used the word to mean civilization, a word that has its roots in Arabic.According to the 'Effat al Sharqawi, pembedaaan between cultures and civilizations in the Arabic language can be traced from the meaning hadara, tsaqafah and Madaniah. Hadara rooted in the word meaning hadhara present, present in good condition. Here the indications contained space and kindness. Hadara means living settled in the city as opposed to badw which means village, hamlet, wanderer. Tsaqafah connotes aspects of the idea. Tsaqafah rooted in the sense of understanding in depth, and the clever and careful and quick to learn. While Madaniyah associated with aspects of city life, madina.In English the distinction between culture and civilization. Culture rooted in agriculture, which is then interpreted as a form of expression of a profound spirit of community, characterize what is desired by the people, which is reflected in the art, morals and religion. Civilization is rooted in the civitas (city), civility (modesty), which is then interpreted as a manifestation of mechanical progress (technological), characterize what is used by humans, which is reflected in the political, economic and technological. In the words of Will Durant, civilization is social order promoting cultural creation.Ibn Khaldun uses the term 'umran to describe human social organization. Definition according to Ibn Khaldun's umran, based on information Louy Shafi, influenced by the use of the root by the Quran. The Qur'an uses the root word amara refers to the emergence of the social life in certain areas as a result of a group of people menentapnya (letter Hud 61). The second meaning (letter Rum 30) refers to the construction of the facilities associated with the social life of advanced and superior. 'Umran is divided into' umran badawi (bedouin culture) and 'umran Hadhari (civic culture). Badawi life characterized by simplicity, freedom, equality, spontaneous courage, joy and cohesiveness ('ashabiah). Hadhari life characterized by complexity, restrictions (restriction), differentiation (inequality), restraint (inhibitation), clumsiness (clumsiness) and personal interest (self-interest). Social changes led to traits Hadhari life. But it is also an achievement hadara early fall ethical society, which later became the downfall of the socio-material.Bennabi defines civilization as a whole means of moral and material that makes the social guarantees (ad dhamamat al ijtima'iyah) required by members to progress. Or it also defines civilization as the objectification of the will and ability of people in the context of space and time. Regarding culture, tissue culture as he compared the blood that supplies blood to the body's organs. In his idea of ​​the cultural orientation of human civilization to the culture he characterizes the charge with a charge of ethical, aesthetic cargo, freight and cargo industries pragmatic logic (shina'ah - aspects of engineering, engineering).A polemic ever happened between Malik Bennabi by Sayyid Qutb. Sayyid Qutb had plans to publish a book that will discuss towards the civilized Islamic society. But then he changed into society towards Islam, by eliminating attributes civilized. Bennabi criticized because it eliminates the real substantive issues in Islamic societies. In Ma'alim fi Tariq, Johor, Sayyid Qutb refer to someone as a French Muslim critics have given him. Then he explains the substance is intended by it, Islam is a culmination of understanding the nature of Islam itself civilized human or equal to civilization. Polemic is easy for us to understand to understand the difference between civilization and culture (or hadara and tsaqafah). Qutb was referred to by Muslims as the value. While referred to by Bennabi is a manifestation of Islam in history and society.On the other hand Sa'id Hawwa in his book So We Do not run over the three-day use terminology hadara, tsaqafah and Madaniyah to refer to different meanings. Hadara is the widest word to refer to the socio-historical aspects of human groups. Spiritual side, values, arts, science represented by tsaqafah. While aspects of the material represented by Madaniyah said.From the reviews above differences (also on an overview of theories of civilization in a previous post) at least there are some things that we can characterize the difference of civilization and culture.

   
1. Civilization (hadara, civilization) is rooted in the idea of ​​the city. Progress materials (science and technology), aspects of subtlety, the social arrangement and other aspects of progress.
   
2. Culture (culture, tsaqafah) is rooted in the idea of ​​values, goals, beliefs that are transmitted through science, art and religion of a society.
   
3. Culture and civilization are aspects of human social life. A description of the contrasts between cultures and civilizations described by Alija Izebegovic interesting in Building Middle Way. Because civilization and culture are two aspects of human life, there is interrelation between the two. As the interrelation between the spiritual, mental and material in humans.
   
4. The main idea is contained in the progress of civilization, progress (progress and development). But a society's values, thoughts a regular basis, the cultural identities. The values ​​are not lost when a civilization back or destroyed. What happens is that these values ​​become socially ineffective.
   
5. A civilization is a cycle in space and time. He experienced ups and downs. Being separated from the cultural contradictions of space and time. It has its own size (size of the right one, just not useful or not) in dunai thought.
   
6. Build a civilization can not simply accumulate piles of other civilizations product. A civilization is measured from the achievement.
   
7. To build the civilization of the need for social networks (in terms Bennabi) or social innovation (in terms of Drucker) which created institutions (institutions) which enables him to receive social and develop the products of other civilizations in the context of their own culture.